Bocoran HK — Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Jakarta Pusat memberikan analisis mendalam mengenai posisi jenazah korban dalam tragedi kebakaran Kantor Terra Drone Indonesia. Kepala Satreskrim, AKBP Roby Saputra, menyampaikan bahwa banyak korban ditemukan di area dekat kaca gedung.
Hal ini mengindikasikan bahwa para korban sempat berjuang untuk mendapatkan udara segar dengan berusaha memecahkan kaca, namun upaya tersebut tidak berhasil. Pernyataan ini disampaikan Roby dalam konferensi pers terkait penetapan Direktur Utama Terra Drone Indonesia, Michael Wisnu Wardana (MWW), sebagai tersangka.
“Analisis awal kami menunjukkan, selain di jalur evakuasi, banyak korban ditemukan di pinggiran kaca. Mereka diduga berusaha memecahkan kaca untuk mendapatkan suplai oksigen dari luar,” jelas Roby di Polres Metro Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2025).
Gedung kantor yang didominasi kaca dari lantai dua hingga enam ini dikatakan hanya memiliki ventilasi udara di lantai satu. Roby menduga, kaca yang digunakan tidak mudah pecah hanya dengan tangan kosong.
“Kemungkinan besar tidak ada alat pemecah kaca darurat di dalam gedung. Ditambah dengan tidak adanya jalur evakuasi yang memadai, hal ini menyulitkan upaya penyelamatan diri,” tambahnya.
Hasil Visum dan Penyebab Kematian
Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Susatyo Purnomo Condro, yang hadir dalam kesempatan yang sama, memaparkan hasil pemeriksaan visum terhadap para korban. Dari 22 jenazah, 15 di antaranya mengalami luka bakar derajat 1 hingga 2, sementara 16 jenazah memiliki luka bakar yang meliputi kurang dari 50 persen permukaan tubuh.
Hasil pemeriksaan laboratorium menemukan kandungan karbon monoksida dalam darah para korban. “Sebab kematian diduga kuat akibat menghirup karbon monoksida, yang menyebabkan tubuh kekurangan oksigen secara kritikal,” terang Susatyo. Seluruh jenazah telah berhasil diidentifikasi dan diserahkan kepada keluarga.
Akar Masalah: Penyimpanan Baterai yang Tidak Aman
Susatyo juga mengungkapkan titik awal kebakaran yang diduga berasal dari ledakan baterai di sebuah ruang penyimpanan di lantai satu. Hasil penyelidikan menemukan ketiadaan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk menyimpan baterai yang mudah terbakar (flammable).
“Terdapat ruangan berukuran sekitar 2×2 meter yang penuh dengan tumpukan berbagai jenis baterai, tanpa pemisah antara yang rusak, bekas, dan yang masih bagus. Ruangan ini juga tidak memiliki ventilasi dan material tahan api (fireproofing),” jelas Susatyo.
Insiden dipicu oleh sebuah baterai berkapasitas 30.000 mAh yang jatuh dan menimbulkan percikan pada baterai lainnya, menyebabkan kebakaran. Situasi diperparah dengan keberadaan genset di ruangan yang sama, yang berpotensi meningkatkan suhu sekitar.
Tragedi ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap standar keselamatan kebakaran, ketersediaan alat darurat seperti pemecah kaca, dan pengelolaan yang aman untuk material berbahaya di lingkungan perkantoran.