TVTOGEL — Ketergantungan Indonesia pada impor biji kakao semakin meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, Indonesia mengimpor 157.000 ton biji kakao, dengan volume yang terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Kondisi ini menjadi perhatian bagi Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan), yang menyoroti penurunan produktivitas kakao lokal yang menyebabkan kekurangan bahan baku untuk industri pengolahan kakao dalam negeri.
Menurut Widiastuti, Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian Kemenko Pangan, penurunan produksi kakao di Indonesia mengharuskan negara ini untuk bergantung pada impor biji kakao untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan domestik.
Sementara itu, Yakub Ginting, Ketua Tim Kerja Perkebunan dan Tanaman Semusim Lainnya dari Kementerian Pertanian (Kementan), menjelaskan bahwa mayoritas biji kakao yang diimpor adalah jenis kakao fermentasi yang sangat dibutuhkan oleh industri pengolahan di Indonesia. Ia menambahkan bahwa meskipun ada regulasi mengenai mutu biji kakao terfermentasi yang berlaku sejak 2014, penerapan aturan tersebut di lapangan masih kurang efektif. Salah satu faktor utama adalah rendahnya harga jual biji kakao fermentasi yang ditawarkan kepada petani, sehingga banyak petani enggan untuk melakukan fermentasi yang memerlukan waktu hingga 5-6 hari.
Ginting juga menjelaskan bahwa sebagian besar petani kakao merasa keberatan untuk melanjutkan proses fermentasi karena tidak sesuai dengan harga yang diterima. “Kami diminta untuk melakukan fermentasi, namun harga yang diberikan tidak sesuai dengan upaya yang dikeluarkan,” ungkap Ginting.
Masalah ini semakin diperparah dengan kurangnya dukungan yang maksimal dari berbagai pihak, baik itu pemerintah, industri, maupun pihak terkait lainnya. Menurut Ginting, meskipun potensi kakao fermentasi di dalam negeri sangat besar, tanpa adanya kolaborasi yang lebih kuat, kakao fermentasi sulit berkembang.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Kementerian Pertanian telah merencanakan program peremajaan (replanting) tanaman kakao. Langkah ini merupakan upaya strategis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi kakao dalam negeri. Dalam program tersebut, Kementerian Pertanian mengalokasikan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk merevitalisasi tanaman kakao yang rusak. Sebagai bagian dari program ini, pemerintah menargetkan peremajaan kakao seluas 248.500 hektare pada tahun 2027.
Selain itu, Kementerian Pertanian juga akan mempercepat proses hilirisasi kakao, yang merupakan upaya untuk memberikan nilai tambah pada produk kakao Indonesia. Dengan hilirisasi yang baik, kakao yang dihasilkan tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar domestik, tetapi juga berpotensi untuk diekspor ke pasar internasional.
Ginting menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan daerah untuk meningkatkan mutu kakao lokal. “Tanpa kolaborasi yang solid antara semua pihak, sulit bagi kakao fermentasi untuk berkembang dan bersaing di pasar,” tambahnya.
Untuk memastikan kelancaran program peremajaan dan hilirisasi, Kementan juga mempersiapkan pendanaan tambahan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Langkah-langkah strategis ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor biji kakao dan memperbaiki kondisi sektor perkebunan kakao nasional.
Dengan adanya dukungan yang lebih besar dari pemerintah, diharapkan sektor perkebunan kakao dalam negeri akan semakin kuat dan mampu bersaing dengan kakao impor yang lebih murah. Melalui peremajaan tanaman kakao dan program hilirisasi, Indonesia dapat meningkatkan kualitas kakao lokal, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian petani dan industri pengolahan kakao di tanah air.